Sabtu, 14 Januari 2012

Goresan Tinta Darah Di Bumi Rencong

Tujuh belas maret sebuah perjanjian terukir antara Inggris dan Belanda, bahwa Aceh merupakan negara yang berdaulat dibawah kepimpinan sultan, saat itu kerajaan sibolga, Siak, Bila, dan Pulau Kompai serta beberapa daerah lainnya berada dibawah kesultanan Aceh sejak Iskandar Muda. Namun ketika Belanda mengukuhkan kakiknya di Jawa, maka saat itu pintu surga pun semakin dekat bagi para mujahid Aceh. Belanda menaklukkan Jawa pertama sekali, dan membangun pemerintahan Hindia Belanda yang berpusat di Batavia.

Namun tidak sampai disitu, Belanda melebarkan sayapnya, dengan penuh nafsu dan keserakahan ingin menguasai daerah Sumatera, selat malaka dan semenanjung malaya. saat itu Beberapa daerah Sumatera sedang lemah-lemahnya. Hingga tercemarlah lautan Sumatera dengan berlabuhnya
kapal Belanda di tanah Riau, Riau pun ditaklukkan dengan mudahnya, dan akhirnya Belanda membangun residen di tanah tersebut. Beberapa tempo kemudian, Belanda mengirimkan utusannya ke Tanah Asahan, Belanda menganggap bahwa Asahan berada dibawah kekuasaan Riau. Sultan Muhammad Syah, pemimpin Asahan menjamu dengan hangat. Tujuan Belanda ke Tanah Asahan sudah tidak diragukan lagi, yaitu ingin menguasai Asahan. Namun dengan tegas Sultan menganggap bahwa Asahan adalah tanah yang berdaulat, dan tidak berada dibawah kekuasaan siapapun.

Angin berhembus ragu-ragu ditanah Aceh, menyipu rumput dengan halusnya seakan malu-malu. Ketika itu Aceh juga dalam keadaan sedang lemah-lemahnya, banyak konflik persaudaraan dan pertentangan di bawah pemerintahan Sultan Alaidin Muhammad Syah. Daerah Enam Mukim saat itu dipimpin ulee balang bernama Teuku Neh, kepemimpinannya membuat daerah tersebut kacau, ia sering memeras rakyat dengan mewajibkan membayar wasee perdangangan secara utuh, akhirnya membuat rakyat murka terhadap kepemimpinannya, berita ini disampaikan kepada pengawal sultan dan sekaligus panglima perang kesultanan yang bernama Teuku Nanta Setia. Warga melapor kepada dirinya tentang apa yang telah dilakukan oleh Teuku neh, akhirnya ia kesal atas perlakuaan tersebut, karena Sultan saja tidak pernah menerima wasee sebanyak itu.

Lansunglah Teuku Nanta bergegas menghadap Sultan untuk memberitahukan kekejian yang dilakukan oleh teuku neh, namun sayang Sultan hanya bersikap diam, dan menyuruh Teuku Nanta untuk melakukan apa yang ia ingin lakukan, kalaulah kau akan menjadi pemimpin atas enam mukim, maka aku akan membuat surat perjanjian tersebut. Teuku Nanta heran karena Sultan bersikap dingin kepadanya, namun ia pergi ke Tujuh Mukim dan beberapa daerah kesultanan lainnya untuk meminta bantuan agar Teuku Neh segera diganti. Dan saat itu kepemimpinan Teuku Neh pun dilengserkan, akhirnya Teuku Nanta yang menggantikan posisinya.

Hari itu tampak berwajah muram, matahari seakan malu untuk menampakkan dirinya. Aceh dilanda kesedihan, penguasa Aceh tersebut telah dipanggil menghadap sultan yang sesungguhnya, Teuku Nanta sedih, dan Istana Darud Dunya dihiasi oleh lafazh shawalat dan tasbih, Aceh kehilangan sosok pemimpin, namun sultan ketika itu memiliki seorang anak laki-laki yang nantinya akan menjadi pemimpin Aceh kedepannya, namun anak laki-laki tersebut masihlah terlalu muda, namanya sulaiman. Melihat keadaan Aceh saat ini, memungkinkan adanya seorang pemimpin segera, Akhirnya tuanku Ibrahim menjadi Wali Pemangku Sultan, sekaligus pemimpin sementara kesultanan Aceh.

Pagi itu pantai ulee lhee dipenuhi lautan manusia yang hendak mengantarkan sanak saudara untuk menunaikan perintahNYA yang ke 5, namun melihat gerak-gerik Belanda, membuat seorang ulama tersebut gusar bukan kepalang, ia bernama Tengku Kulu, sekaligus yang memimpin rombongan haji tersebut, namun ia gusar karena menurut angin berhembus bahwa Aceh akan berperang, ia menyadari tidaklah baik meninggalkan tanah kelahirannya dan beribadah dengan tenang, sedangkan saudara-saudara yang ditinggalnya berselimut ketakukan, namun salah seorang ulama yang lain meyakinkannya untuk pergi menunaikan perintah Allah tersebut dengan tenang, namun ketika sampai disana, maka janganlah lupa doakan Aceh. Akhirnya dengan gagah angin membawa bahtera hingga hilanglah dari pengamatan. 

Hari demi hari, darud dunya tampak sibuk, Sultan pun semakin hari semakin cemas dengan ancaman Belanda, ia terus berusaha menguatkan kembali tanah-tanah Aceh, sekaligus menggalang kekuatan kepada pengusaha-pengusaha Aceh yang berada diluar baik di penang maupun singapura, atas kepemimpinan wali sultan tersebut, akhirnya rakyat pun mencintainya, namun nafsu tak dapat terbendung, hasrat ingin menjadi seorang Sultan pun muncul dibenaknya.

Semenjak kepergian sultan, tak ada yang tampak berubah dari Aceh, namun kaki-kaki Belanda masih tertancap kuat di tanah sumatera dan sayapnya pun semakin lebar. saat itu iring-iringan Pocut Delima, istri sultan dan anaknya Sulaiman tampak begitu ramai dan panjang, mereka hendak menuju enam mukim. Dia ingin sulaiman dididik dan dibina oleh Teuku Nanta disana. Berhari-hari mereka berada di Enam Mukim, pocut delima sering menceritakan kisah-kisah jihad kepada anaknya, Shalahuddin, Muhammad Alfatih dan lainnya.  Sedangkan Teuku Nanta sendiri langsung menjadi guru spiritual dan sekaligus guru bela diri Sulaiman. Tahun demi tahun, sang anak pun tumbuh besar dan gagah, sifat kesultanan pun muncul pada dirinya, bahwa ia menyadari kelak akan meneruskan kepemimpinan sang ayah.

Pagi itu cuaca begitu cerah, matahari dengan gagah menampakkan dirinya, dan awan-awan menemani arak-arakan rombongan keluarga Sultan yang tampak begitu panjang, ternyata hari itu adalah prosesi pernikahan Sulaiman. Seorang anak kecil yang dulu, kini telah menjadi pria yang gagah dan hendak melepaskan masa lajangnya. Ketika itu Ibrahim sekaligus Wali Pemangku Sultan bertindak sebagai wali nya. Sulaiman menikah dengan seorang wanita yang bernama Cut Keumala. Hari itu penuh haru dan bahagia, Sulaiman menyadari, bila nanti ia telah menikah, maka ia siap untuk memimpin Aceh berikutnya.

Singgasana sultan terlihat begitu indah, berdirilah seorang dengan tegap dihadapannya, pria itu adalah Tuanku Sulaiman. Nafsu dan hasrat tertumpah di Darud Dunya, Ia mengatakan kepada tuanku Ibrahim, bahwa kini ia siap pemimpin Aceh berikutnya, namun sayang Tuanku Ibrahim tidak mengizinkannya, karena Aceh dalam kondisi yang sangat tertekan, sehingga sangat membutuhkan kepemimpinanya. Namun Ismail kesal, karena Tuanku Ibrahim hanya diamanahkan menjadi Wali Pemangku Sultan sampai ia akil balig, sedangkan kini ia telah tumbuh besar, dan meminta haknya kembali. Tapi sayang, hasratnya tertimbun dalam lara, Tuanku Ibrahim tidak memberikannya. Sehingga tak lama lagi tanah Aceh akan dibanjiri darah persaudaraan.

Derap kuda begitu kencang, membelah angin begitu cepat, jantung pun berdegup kencang, Sulaiman memacu kudanya ke menuju Tujuh Mukim dan penguasa daerah lainnya, meminta mereka untuk membantu untuk merebut kekuasaan itu kembali, akhirnya pasukan pun terkumpul, dan kemudian berdiri dengan rapi di depan darud dunya, tangan kanan mengepal rencong dengan kuat, sedangkan kiri menarik belati kuda dengan rapat. Dan perang pun dimulai, namun sayang pasukannya Sulaiman kalap, sebagian pasukan dengan mudah ditumbangkan oleh pasukan tuanku Ibrahim, saat itu pun Sulaiman terdiam sambil melihat sekelilingnya, menoleh kiri dan kanan, pasukannya tumbang satu per satu. Ia pun menangis, dan meminta pasukkannya untuk mundur, karena ia menyadari begitu banyak orang Aceh yang tak berdosa tewas hanya untuk mendapatkan kursi kekuasaan itu kembali.

Awan menggelantung begitu berat pagi itu, bumi tampak menangis untuk kedua kalinya, bahwa seorang sultan pun tak berdaya, jika malaikat telah berdiri dihadapannya. Kini penerus sultan telah dipanggil untuk menemani sang ayah di surga. Hari demi hari singgasana tampak begitu menggoda, Tuanku Ibrahim kini telah sah menjadi sultan yang berikutnya. Ia menyadari bahwa ia pun akan menyusul saudara-saudaranya kelak.

Mendengar berita Belanda telah semakin dekat, anginpun mengantarkan seorang ulama dari Arab ke pantai ulee lheu, ia bernama Habib Abdurrahman, ia menyadari bahwa Aceh bukanlah kelahirannya, namun Aceh adalah tanahnya juga, tanah kaum muslimin yang harus dipertahankan. Ia sangat mencintai Aceh, karenanya ia mencari dan menguatkan seluruh tanah-tanah Aceh untuk bersatu melawan Belanda, ia pun menjadi sangat disayangi serta menjadi angin segar oleh warga Aceh sekaligus menjadi kepercayaan sultan. Saat itu ia berangkat ke turki, untuk meminta bantuan kepada Khilafah utsmani, namun sayang bantuan yang Aceh harapkan tak datang jua, karena kondisi khilafah saat itu juga dalam ancaman dan tekanan dari barat.

Namun ajalpun tidak dapat diundur walau sedetik pun, sultan pun kini telah dipanggil jua, namun ia berpesan, kalau yang akan menggantinya adalah anak dari Sulaiman, keinginan sebagai penebus dosa yang telah ia lakukan dan sekaligus meminta Habib Abdurrahman untuk menjadi wali pemangku sultan, dan akhirnya akil balig pun telah tiba, kini anak tersebut telah besar dan siap menanggung beban seluruh warga Aceh.

Rajut dan seorang wanita cantik itu kini telah besar, wanita itu pun dengan gagah dan berjiwa kesatria, namun dalam soal percintaan yang haq, ia seakan malu, tubuhnya kaku, dan tunduk tak berdaya. Wanita tersebut ialah Cut  Nyak Dien, ia sangat cantik pipinya kemerahan dan bulu matanya lentik, terlihat mewariskan wajah ibunya. Keduanya adalah anak dari Teuku Nanta dan cut nyak. Teuku Nanta pun membesarkan keduanya dengan kasih sayang, serta membuat akidah mereka kokoh kepada Allah SWT. Namun ada beberapa yang ia pikirkan terhadap anaknya. Teuku rajut telah menikah dengan seorang wanita para keuturanan bangsawan Aceh juga, namanya Cut Hafsah. Berkuranglah 1 kewajiban Teuku Nanta, namun ada tanggung jawab lebih besar dari itu, ia harus mencari pendamping yang sesuai dengan karakter wanita itu. Ia sadar bahwa ia tidak boleh salah menjodohkan anaknya tersebut.

Lamaran pun datang dari segala arah ke enam mukim, tepatnya rumah Teuku Nanta, semua orang dan kaum bangsawan Aceh pun hendak meminang anaknya, namun lamaran itu begitu banyak ditolak, karena tidak sesuai bagi dirinya. Ia menginginkan menantunya seorang yang shaleh, teguh namun kaku dihadapan Allah. Ia pun menguji semua calon pria yang hendak melamarnya, namun hatinya kini telah tertambat kepada seorang pria. Rombongan Imam Lamnga datang ke rumah Teuku Nanta, dalam rombongan itu berdiri gagah lah pria tersebut. Ternyata Imam Lamngat hendak meminang dengan anak Teuku Nanta, yaitu Cut nyak  dien. interogasi pun dimulai, pertanyan dluncurkan oleh Teuku Nanta. Pertanyaan itu terus menyerang bagaikan bayonet memuntahkan besi panas dari mulutnya kepada Teuku Ibrahim, pria yang gagah tersebut. Pria itu sangat mencintai Aceh, bahkan ia siap mempertaruhkan nyawanya demi tanahnya, tanah kaum muslimin. Ia sangat lemah lembut kepada saudara muslim, namun sangat benci kepada kaphe, laknatullah terutama Belanda. Akhirnya Teuku Nanta pun menjatuhkan pilihannya kepada dirinya. Tapi saat itu Ibrahim belum dizinkan dipertumakan dengan Cut  Nyak Dien, namun sampai yang telah ditentukan.

Beberapa hari kemudian, rumah Teuku Nanta dipenuhi banyak orang, mereka sibuk menyiapkan hari yang penuh kebahagiaan itu, wanita-wanita Aceh dengan gemulai tangannya meracik makanan untuk hidangan tersebut. Tibalah saatnya akad nikahpun terucap, tangan teuku Ibrahim pun terkepal kuat dengan Tangan Teuku Nanta. Ayah Cut  Nyak Dien itu pun dengan mantap menatap teuku Ibrahim yang sambil menjawab jawaban berisikan tanggung jawab besar. Akhirnya semua orang disekeliling menjawab sah dengan lantang. Dan saat itu juga Cut  Nyak Dien pun keluar dari kamarnya dan akhirnya meraka disandingkan di pelaminan. Teuku Ibrahim tampak kaku seharian, tak berani menatap wajah istrinya. Mereka pun menjadi pasangan yang penuh kasih sayang, walau nanti maut memisahkan mereka, tp mereka yakin itu adalah awal untuk pertemuan abadi. Ternyata dien pun menyadari bahwa ayahnya tepat menentukan pasangan hidupnya. Mereka berjanji apa pun yang terjadi, mereka tetap bersama, sampai suatu ketika, kewajiban jihad telah datang kepada mereka.

Sebuah pertemuan pun dilakukan, Inggris dan Belanda memperbaharui perjanjian yang dahulu, kini Aceh tidak dianggap daerah yang berdaulat seperti dahulu lagi, Aceh telah menjadi daerah bebas bagaikan kue ulang tahun yang semua orang dapat merebutnya. Aceh pun semakin terdesak, dengan datangnya utusan Belanda untuk membawa pesan dari gubernur hindia Belanda di batavia untuk melakukan perjanjian kepada Aceh. Perjanjian yang justru akan memihak kepada Belanda. Namun Aceh mengetahui niat Belanda tersebut, sehingga sultan meminta untuk menunda hingga 6 bulan. Sultan pun mengutus seorang utusan untuk meminta bantuan secara rahasia kepada amerika, italia, dan perancis, namun sayang Belanda mengetahui gerak-gerik Aceh, Belanda menjadi geram, dan rasa inginnya untuk langsung mengirim armada ke pantai ulee lee, namun Belanda takut akan bersinggungan dengan Inggris, karena Inggris melakukan kerja sama dagang dengan Aceh.

Belanda pun menjumpai gubernur Inggris disingapura dan membuat janji kepada Inggris, bahwa tidak akan menggangu perdagangannya di Aceh, Inggris akhirnya pun setuju, bahkan tidak hanya itu Inggris menghentikan pengiriman senjata ke Aceh. Hal ini menjadi semangat Belanda untuk menapakkan kakinya dengan kuat di tanah Aceh. Akhirnya Belanda tidak sabar untuk segera melakukan perjanjian kepada Aceh 4 buah kapal dikirim ke laut Aceh yang dipimpin oleh Niuwenhujzen. Namun Aceh telah menyadari akan hal itu, sehingga pasukan pun siap siaga ditepi pantai. Tampaklah tiang menjulang, sehelai kain berwarna merah putih dan biru begerak mengikuti arah angin, akhirnya 4 kapal Belanda itu pun sampai diperaiaran Aceh, namun kapal-kapal tersebut  hanya diam ditengah lautan, sehingga membuat bingung para pasukan. Teuku Nanta berdiri tegak hingga mata kakinya terendam oleh air laut, matanya tajam, napasnya tersengal sedangkan teropong digenggam erat oleh kedua tangannya.

Sesekali tampaklah beberapa kegiatan diatas kapal, namun tak mencurigakan, sedangkan pasukan Aceh hanya bisa menatap dari kejauhan. Turunlah beberapa sekoci dari kapal meriam tersebut, melawan arusnya ombak perairan Aceh yang ganas, hanya orang-orang terlatih lah yang bisa menaklukkannya, sekoci tampak semakin dekat, ternyata diatas sekoci tersebut adalah berdiri  seorang yang tak asing dan beberapa pasukan Belanda. Teuku Nanta heran kebingungan menatap seorang yang begitu ia kenal. Said Tahir tersenyum dan mengucam salam, namun Teuku Nanta hanya membalas salamnya, ia tampak curiga. Teuku Nanta menatap dan mengawali pembicaraan. Ternyata Said Tahir ingin memberikan surat dari Gubernur Hindia Belanda ke sultan, namun Tauku Nanta, biarlah saya yang akan menyampaikan ke sultan, namun Said Tahir menolak, karena ia ingin langsung memberikan kehadapan sultan,. Akhirnya Teuku Nanta menyuruh pasukannnya untuk memberi mereka kuda, sambil melawati hutan yang lebat, tampaklah istana dibalik hutan tersebut, sampailah mereka di Darud Dunya. Beberapa pengawal mengantarkan Said Tahir dan Teuku Nanta ke dalam istana, dan langsunglah Said Tahir memberikannya kepada sultan. Sultan memerintahkan penerjemah kesultanan untuk menerjemahkannya.

Kalimat-demi kalimat dibaca, membuat jantung Teuku Nanta berdegup kencang, isinya seakan membuat pintu surga segera ingin dibuka. Belanda ingin Aceh mempertimbangkan tuntutannya sampai matahari terbit esok pagi, namun surat tersebut tanpa perlu ada balasan, Belanda meminta Aceh cukup mengibarkan bendera putih sampai lewat pukul delapan pagi, namun jika tidak, maka pemerintahan Hindia Belanda akan menyatakan perang terhadap kesultanan Aceh. Sultan hanya diam, napas Teuku Nanta tersengal. Said Tahir pun kemudian diantar  kembali ketepi pantai, ombak pun membawa sekoci mereka ke kapal meriam tadi.

Saat itu seluruh ulee balang berada di dalam istana, sultan terdiam, namun kalaulah kehormatan dan kaum muslimin dirampas oleh Kaum Kaphe, maka seluruh ulee balang dengan tegas untuk siap berperang, akhirnya sultan tidak dapat membendung semangat para ulee balang, dan terjawablah sudah surat Belanda tersebut. Aceh akan berperang. Atas perintah Teuku Nanta, seluruh pasukan dikerahkan untuk menjaga pantai ceuremen, dekat pelabuhan ulee lee, karena kemungkinan Belanda akan menyerang masuk ke pantai tersebut,. sedangkan menantunya Ibrahim, memimpin pasukan yang telah dibinanya, mereka membuat balok-balok dari kayu untuk menghadang dan sekaligus perlindungan. Tak jauh dari Ibrahim, ternyata Cut NyaK berada disisinya, ia tidak mau terpisah dari suaminya tercinta. Rencong dipunggungnya, sedangkan bedil erat digenggamnya . Seorang wanita yang diwariskan sifat kstaria dari ayahnya, dan kini istri dari suami kstaria.

Menit pun melangkah dengan pasti, detik demi detik jam berputar seakan tak berdosa. Waktu hampir pukul delapan, namun Aceh tak menampakkan tanda-tandanya, lima belas menit sudah terlewati, itulah jawaban Aceh kepada Belanda. Niuwenhujzen merasa kesal, ia seakan ingin mengonyak-ngoyak negeri Aceh dengan meriam kapal tersebut. Tak berapa lama kemudian tibalah 170 kapal beserta seluruh armada dan persenjataan lengkap, yang kemudian merapat menuju Kapal meriam tersebut. 170 kapal itu membawa 3000 pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Hov Kohler. Kohler melompat ke geladak untuk menjumpai Niuwenhujzen, tidak ada kata lain, ia siap menduduki darud dunya dalam waktu sehari.

Ombak beriak di tengah lautan, 170 kapal bergerak menuju pantai ceuremen bagaikan serigala yang hendak menerkam mangsanya. Namun Tidak ketinggalan, kapal meriam itu pun ingin merasakan hangatnya pertempuran. Niuwenhujzen memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan meriam. Dengan cepat pasukan itu berlari untuk segera mengarahkan meriam itu ke pantai Aceh. Akhirnya DOOOOOMMM, terkoyaklah pertahanan Aceh, balok-balok kayu terpental, beberapa pasukan tewas berada dibaliknya. Namun beberapa pasukan Teuku Nanta, dan Ibrahim masih terus menembak ke arah lautan, pasukan Belanda telah begitu banyak tewas di tangan mereka. Cut  Nyak Dien dengan gemulai memainkan bedil ditanggannya, ia tepat berada disebelah suaminya, tubuhnya saling membelakangi di balik balok kayu tersebut. Matanya tajam, tembakannya tepat setiap arah dan tujuan, seakan peluru telah memiliki nama.

Namun apa daya, pasukan Belanda begitu banyak, sedangkan pasukan Aceh tak dapat lagi  membendungnya, mereka terus mendesak masuk. Teuku Nanta dan Ibrahim memberikan komando pasukannya untuk mundur. Tibalah pasukan Belanda di tepi pantai seakan kebingungan. mereka menatap sekelilingnya, Tak ada satu pasukan Aceh disana, namun hanya ada hutan yang menatap mereka dengan sinis. Pasukan Belanda merasa ketakutan. Kohler meminta bivak harus segera dibangun, kemah- kemah mereka ditegakkan, semua peralatan diangkut dari kapal. Tak sabar rasanya bagi Van Daalen, ia bergerak langsung untuk memimpin pasukan Belanda. Ia menyadari istana ada diseberang sana, namun ia harus melewati hutan yang begitu gelap itu.

Hutan tampak bersahabat bagi mereka, ternyata Pasukan Aceh berselimut di kesunyian hutan. Mereka bersembunyi di balik pohon-pohon, bersatu dengan alam. Mereka menyadari pertahanan ditepi pantai sudah tertahan lagi, mereka mundur tapi tidak untuk menyerah. Pasukan Van Daalen terus bergerak, roda-roda meriam pun terus bergelinding, dengan susah payah pasukan itu mengangkat meriam tersebut, karena sulitnya medan yang dilalui, sesekali mereka terjatuh akibat ranting-ranting pohon ditambah binatang-binatang yang membuat mereka risih. Tangan mereka sibuk memangkas ranting-ranting yang menghalangi mereka. Disamping itu Pasukan Aceh tetap bersiaga, matanya tajam, bedil digenggam erat, dan rencong siap dihunuskan. Pasukan Aceh memulai pertempuran, pekikan ALLAHU AKBAR membahana ditengah hutan, pasukan Belanda kebingungan, satu-persatu mereka tumbang, ntah darimana besi-besi panas itu berasal. Pertempuran sengit itu berlangsung ditengah hutan, Teuku Kulu dengan gagah berani melawan seorang Belanda yang bertubuh besar, rencong dan pedang mereka bersilang, tapi teuku kulu merasa kualahan melihat musuhnya, dengan cepat ia menghunuskn pedang di leher kaphe itu, namun sayang puluru pistol itu telah bersarang ditubuhnya. Akhirnya Teuku Kulu Syahid, namun ia kini hidup disisi tuhannya. Ia lah yang mewariskan syair perang sabil, syair penyemangat pasukan Aceh, dan keyakinannya untuk berperang dijalan Allah. Syair itu dibuat ketika ia menunaikan haji.

“Nibak Matee di rumoh inong”
“Bahle meukenong senjata kaphe”
“Nibak mate d ateuh tilam”
“Bahle Lam seuh prang syahid meugule.”

“Daripada mati di bilik pengantin”
“Biar peluru kafir menembus tubuh”
“Daripada mati di atas tilam”
“Biar dalam perang syahid tubuhku luluh”

Muhib pun bergerak dengan lincah, satu-persatu pasukan Belanda telah tewas ditangannya, Muhib seorang penembak jitu, namun ketika itu ia tidak menyadari, lubang kecil itu tepat mengarah dirinya, akhirnya lepaslah peluru tersebut, namun sayang puluru itu telah memiliki nama, Teuku Rajut tewas seketika, ia berusaha menyelamatkan Muhib. Anak Teuku Nanta itu kini telah dipanggil menghadap tuhannya. Ketika itu Teuku Nanta sedang berhadapan dengan seorang pasukan Belanda besar, Teuku Nanta dengan gagah melawannya, rencong dan pedang pun bersilang, tapi ia menyadari Kaphe itu begitu lincah menahan setiap serangannya, tubuh ia terluka, namun goresan berdarah itu pun telah mengalir di tubuh kaphe itu, Napas Teuku Nanta tersengal, akhirnya kaphe itu tumbang dihadapannya, ternyata peluru Muhib telah bersarang ditubuhnya, kini Teuku Nanta dan Muhib saling membelakangi melawan musuh mereka. Akhirnya Van Daalen merasa terpukul, pasukannya telah tewas begitu banyak, tidak ada jalan lain, ia pun menyuruh pasukan Belanda itu untuk mundur.

Van daslen kembali ke tepi pantai, Kohler menatapnya, jantungnya berdegup kencang, mengatakan kepada Kohler pasukannya telah dipukur mundur oleh pasukan Aceh. Ia juga mengatakan bahwa hutan tersebut sangat bersahabat dengan mereka, sehingga mereka menguasai medan pertempuran. Kohler merasa kesal, ia pun tak sabar lagi mengoyak pertanahan mereka. Malam itu diadakan rapat, Kohler langsung memimpinnya, namun melihat pengalaman van daslem kemarin, memberikan perlajaran bagi mereka. Hutan itu pertahanan yang begitu kuat, namun mereka menyadari jika ingin masuk ke istana, mereka harus melewati hutan belantara itu.

Keesokan paginya Ibrahim dan Cut Nyak Dien sudah berada ditengah hutan, mereka bersembunyi dibalik pohon. Mata mereka tajam mengarahkan bedil kepada pasukan Belanda, akhirnya sarapan pagi diberikan kepada Belanda, dua orang itu telah banyak mengurangi pasukan Belanda yang berusaha menjaga hutan tersebut. Namun membuat Kohler sangat marah, ia pun langsung mengerahkan seluruh pasukannya untuk masuk kehutan itu. Di istana sendiri, telah banyak wanita yang merawat pasukan Aceh yang terluka, wanita-wanita Aceh dengan sigap membalut luka para tentara tersebut.

Kohler memerintahkan seluruh pasukannya untuk menerjang masuk ke dalam hutan, hanya sedikit sisa pasukan untuk menjaga bivak-bivak mereka. Pasukan Kohler melewati hutan itu, disaat perjalanan mereka mencium bau yang sangat busuk, mereka seakan mau muntah ketika udara masuk ke dalam hidung mereka, ternyata bau busuk itu berasal dari mayat-mayat Belanda yang telah dimakan oleh ulat dan belatung, hingga mereka berjalan berjingkat-jingkat, melewati mayat-mayat itu. Seorang mereka menginjak kepala sepotong mayat, dan kepala itu langsung pecah, dan mengeluarkan belatung-belatung yang telah menggerogotinya. Namun ketika melawati itu, maka saat itu bau yang sangat harum merasuk ke dalam paru-paru mereka, mereka mencari sumber bau harum itu, dan ternyata harum itu berasal dari gundukan tempat dimana pasukan Aceh telah dikebumikan disana.

Tidak lama kemudian, mereka mendengar pekikan ALLAHU AKBAR, akhirnya suara itu semakin dekat, pasukan Aceh pun satu persatu keluar dari persembunyiannya dan segera menyerang pasukan Belanda. Teuku Nanta dan Muhib pun dengan gesitnya memainkan rencong dan bedil ditangan mereka, satu persatu pasukan Belanda tumbang. Namun karena begitu banyaknya pasukan Belanda, membuat mereka terpukul mundur. Kohler memerintahkan mereka untuk segera maju, terus maju, meriam pun menggelinding dengan cepat. Ternyata didepan terlihatlah sudah pertahanan yang terbuat dari balok-balok kayu, dengan cepat Kohler memerintahkan TEMBAAAKKK, akhirnya terpentalah kayu-kayu itu dan membuat pasukan dibaliknya tewas seketika. ALLAAAAHU AKBAR, Panglima polem pun dengan gagahnya mengacungkan rencongnya, dan memerintahkan pasukannya untuk mempertahankan pertahanan, namun Belanda melemparkan granat-granat yang membuat pasukan Aceh terpental, sehingga mereka syahid disana. Kohler menatap tembok putih itu, dengan mengacungkan telunjuknya ke arah mesjid itu, ia mengatakan CEPAT TEMBAAAAK TEMBOKNYA, HANCURKAN MASJIDNYA. Namun Imam Lamnga dan imam long bata berusaha keras mempertahankan mesjid itu, pasukan mereka terus mempertahankan simbol kekuatan warga Aceh itu.

Namun pasukan Belanda pun dengan cepat mengarahkan lubang meriam tepat di dinding mesjid,  tapi setiap kali mereka mengarahkan meriam itu ke dinding mesjid, pasukan Aceh berusaha untuk menembak pasukan Belanda tersebut. Kohler pun berhasil menembak setiap kali pasukan Aceh yang hendak menghalangi niatnya. Pasukan Belanda menyiram dengan granat tepat mengarah ke dinding itu, akhirnya jebollah sudah dinding mesjid itu. Imam Lamnga pun mengacungkan rencongnya, dia kemudian berhadapan dengan Kohler, langsung rencong mengarah ke tubuhnya, namun sayang Kohler mengelak, tapi pada kesempat itu, Kohler langsung mengeluarkan pistol dan DAAAAR, ia pun terus menekan pelatuk pistol itu, tapi sayang ternyata peluru yang bersarang di tubuh Imam Lamnga itu adalah yang terakhir. Akhirnya mata Imam Lamnga pun sayu, dan syahidlah ia di medan perang.

Meriam Belanda itu telah memuntahkan banyak peluru dan membuat lubang besar di dinding mesjid, sehingga terbakarlah mesjid peninggalan sultan Iskandar Muda tersebut. Seorang pasukan Aceh teriak histeris melihat tempat ibadahnya telah dihancurkan oleh Belanda. Dadanya penuh kemarahan, ia kemudian mencari siapa yang dibalik ini semua, ia menaiki sebuah pohon, kemudian menatap jauh seseorang tua bangka yang sibuk memerintahkan instruksi kepada pasukan Belanda itu, akhirnya bedil itu pun mengarah pada  pemimpin pasukan tersebut. Namun sayang peluru itu melesat ke tubuh pasukan Belanda yang berada didekatnya, kemudian ia pun berdoa kepada ALLAH dan kemudian menngucapkan bismillah. Akhirnya peluru panas itu tepat bersrang dikepala Kohler. Matilah pemimpin pasukan Belanda itu. Tiba-tiba Van Daalen mendekati mayat itu, ternyata itu lah mayat Kohler, ia terkejut pemimpin pasukan itu telah tewas, sedangkan pasukan Belanda saat itu sudah kwalahan menghadapi pasukan Aceh.

Van Daalen memerintahkan pasukannya untuk mundur segera, begitu banyak sudah pasukan Belanda tewas disana, akhirnya beberapa pasukan melarikan diri ke pantai, dan mereka membereskan bivak-bivak dan membawa peralatan yang penting bagi mereka, kapal-kapal itu kemudian melarikan diri, Van Daalen menjumpai Niuwenhujzen, ia penasaran apa yang telah terjadi disana, langsunglah ia memberitahu kekalahan mereka, pasukan Aceh terlalu hebat, merek pandai bela diri, dan begitu nekad dalam perang, sedangkan Kohler sendiri telah tewas terbunuh. Mendengar kejadian itu Niuwenhujzen pun menjadi kesal.

Tak lama kemudian Teuku Nanta dan Muhib keluar dari hutan, ia merasa lega, karena telah banyak pasukan Belanda yang melarikan diri, namun ketika keluar hutan mereka terkejut melihat rumah ibadah mereka kini telah hancur. Akhirnya dengan rasa syukur, Aceh berhasil mengalahkan tiga ribu pasukan Belanda. Mesjid pun dibangun kembali, semua warga bahu membahu membangun kembali mesjid itu, sultan pun langsung turun melihat pembangunan tersebut, ia menatap kepada Teuku Nanta dengan rasa syukur. Namun mereka yakin pasukan Belanda semakin merajalela, mereka kesal pasukan mereka dipukul mundur oleh pasukan Aceh, dan kemungkinan berikutnya Belanda pasti akan mengirimkan pasukan yang lebih banyak lagi untuk menyerang Aceh. Dan sesungguhnya SABIL itu masihlah terlalu panjang, masih panjang.


"Ternyata Aceh menjadi begitu kuat karena Islamlah", itulah bukti ketika Islam diterapkan dan diamalkan maka akan menjadi Rahmatan Lil'Alamin. Terimakasih kepada teman-teman yang telah membaca, semoga bermanfaat dan bertambah ilmunyaAmien ya Allah. Dan jangan lewatkan cerita-cerita berikutnya ya;)"





2 komentar:

Mufti Ardian mengatakan...

Terima kasih Sdr Ali Akbar Sangat Bermanfaat !!!
saya tunggu next story

ali akbar mengatakan...

Sama-sama Mufti,,Tetap semangat dan sukses terus buat HIMANAD ya,,:)